Sunday, January 23, 2011

Pemberian Obat Intravena

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
            Obat merupakan sebuah subtansi yang diberikan kepada manusia sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya. Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan keperawatan sangat membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan. Mengingat tindakan ini bukan merupakan tindakan independen dari perawat, akan tetapi tindakan yang bersifat dependen (kolaboratif), maka perawat membutuhkan suatu peran tersendiri. Dalam pelaksanaan tugasnya, tenaga medis memiliki tanggung jawab mengenai keamanaan obat dan pemberian secara langsung kepada pasien. Akan tetapi, kenyataannya di lapangan, pemberian obat yang merupakan peran dokter dilakukan oleh perawat. Hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam pengobatan dan juga sebagai bagian dari kolaborasi perawat dengan dokter.
            Pemberian obat kepada klien ada beberapa macam, tetapi yang sering dilakukan yaitu pemberian obat melalui intravena yang umunya dilakukan di ruang perawatan di rumah sakit. Mengingat seringnya dilakukan pemberian obat melalui intravena di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya, maka kami tertarik untuk membahas materi makalah tentang pemberian obat melalui intravena.

I. 2. Permasalahan
            Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya makalah ini adalah bagaimana persiapan dan cara pemberian obat melalui intravena dan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan selama pemberian obat?

I. 3. Tujuan
            Tujuan dari makalah ini, yaitu:
1.      Mengetahui definisi pemberian obat melalui intravena.
2.      Mengetahui klasifikasi pemberian obat melalui intravena.
3.      Mengetahui persiapan alat dan bahan serta pasien sebelum dilakukan pemberian obat melalui intravena.
4.      Mengetahui pelaksanaan atau prosedur kerja dari pemberian obat melalui intravena.
5.      Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan selama pemberian obat melalui intravena.

I. 4. Manfaat
            Dengan mengatahui hal-hal yang berhubungan dengan pemberian obat melalui intravena, maka diharapkan kepada perawat dapat melakukan dengan baik tindakan keperawatan pemberian obat melalui intravena.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Definisi
            Pemberian obat melalui intravena adalah memberikan obat ke dalam pembuluh darah vena.
            Pemberian obat melalui intravena, terdiri atas:
1. Pemberian Obat Intravena Langsung
            Pemberian obat intravena langsung adalah pemberian obat yang dilakukan melalui vena, diantaranya vena mediana cubiti/chepalika (lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), dan vena frontalis/temporalis (kepala), serta bertujuan memberikan obat dengan reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
2. Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena
            Pemberian obat melalui wadah cairan intravena merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
3. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
            Pemberian obat melalui selang intravena adalah merupakan cara pemberian obat dengan menyuntikkan obat pada selang intravena pasien yang sedang di infus.



II. 2.  Persiapan
A. Persiapan Pasien
            Pasien akan diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan.
B. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pemberian Obat Intravena Langsung
            Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk melakukan pemberian obat intravena langsung, yaitu:
1.      Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2.      Obat dalam tempatnya.
3.      Spuit sesuai dengan jenis ukuran.
4.      kapas alkohol dalam tempatnya.
5.      Cairan pelarut.
6.      Bak injeksi.
7.      Bengkok.
8.      Perlak dan alasnya.
9.      Karet pembendung (torniquet).
2. Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena
            Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk melakukan pemberian obat melalui wadah cairan intravena, yaitu:
1.      Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
2.      Obat dalam tempatnya.
3.      Wadah cairan (botol cairan).
4.      Kapas alkohol.
3. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
            Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk melakukan pemberian obat melalui selang intravena, yaitu:
1.      Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
2.      Obat dalam tempatnya.
3.      Selang intravena.
4.      Kapas alkohol.
5.      Cairan pelarut.

II. 3. Pelaksanaan atau Prosedur Kerja
1. Pemberian Obat Intravena Langsung
1.      Cuci tangan.
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3.      Bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian. Apabila tertutup pakaian, buka atau lipat pakaian ke atas.
4.      Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Apabila obat berbentuk bubuk, maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
5.      Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
6.      Tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
7.      Desinfeksi dengan kapas alkohol bagian yang akan diinjeksi.
8.      Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau bendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
9.      Ambil spuit yang telah ada obatnya.
10.  Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah.
11.  Lakukan aspirasi. Bila sudah ada darah, lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis.
12.  Setelah selesai, ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan kapas alkohol. Letakkan spuit yang telah digunakan ke dalam bengkok.
13.  Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis obat.
14.  Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena
1.      Cuci tangan.
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3.      Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4.      Cari penyuntikan obat pada daerah botol cairan.
5.      Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol pada botol cairan yang akan diinjeksi.
6.      Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam botol/wadah cairan.
7.      Setelah selesai, Tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan botol cairan secara perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8.      Periksa kecepatan infus.
9.      Cuci tangan.
10.  Catat nama obat, waktu dan dosisnya
3. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
1.      Cuci tangan.
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3.      Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4.      Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
5.      Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6.      Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7.      Setelah selesai tarik spuit.
8.      Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat.
9.      Cuci tangan.
10.  Catat obat yang telah diberikan, dosis dan waktu penyuntikan.

II. 4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Pemberian Obat
            Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama pemberian obat, yaitu:
1.      Obat-obat suntikan yang diberikan harus sesuai dengan program pengobatan.
2.      Sebelum menyiapkan obat suntikan bacalah dengan teliti petunjuk pengobatan yang ada dalam cacatan medik atau status pasien, yaitu nama obat, dosis, waktu dan cara pemberiannya.
3.      Pada waktu menyiapkan obat, bacalah dengan teliti label dari tiap-tiap obat, obat-obat yang kurang jelas etiketnya tidak perlu diberikan kepada pasien.
4.      Perhatikan teknik septik dan antiseptiknya.
5.      Spuit dan jarum suntik tidak boleh digunakan untuk menyuntik pasien yang lain sebelum disterilkan.
6.      Spuit yang retak atau bocor dan jarum suntik yang sudah tumpul, berkarat, atau ujungnya bengkok tidak boleh dipakai lagi.
7.      Memotong ampul ampul harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak melukai tangan dan pecahannya tidak masuk ke dalam obat.
8.      Pasien yang telah mendapat suntikan harus diawasi untuk beberapa waktu sebab ada kemungkinan timbul reaksi alergi.


BAB III
PENUTUP

III. 1. Kesimpulan
            Pemberian obat melalui intravena adalah memberikan obat ke dalam pembuluh darahvena. Ada 3 cara yang dapat dilakukan dalam pemberian obat melalui intravena, yaitu: pemberian obat intravena langsung, pemberian obat melalui wadah cairan intravena, dan pemberian obat melalui selang intravena. Perawat harus mengatahui cara dan persiapan pemberian obat intravena serta mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan selama pemberian obat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (kesalahan).

III. 2. Saran
            Diharapkan kepada dosen mata kuliah Pengantar Konsep Kebutuhan Dasar Manusia II agar dapat memberikan kuliah pada pagi hari supaya apa yang diajarkan dapat dipahami oleh mahasiswa/i.
 
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.  Salemba Medika: Surabaya.
Anonim. 2010. Intravena. http://id.wikipedia.org/. (13 Juni 2010).
Anonim. 2009. Intravena. http://www.doctorology.net/. (13 Juni 2010).

Teori Gate Control, Inhibisi dan Eksitasi Neurontransmitter


Gate Control Theory
( Teori Pengendalian Gerbang )

            Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Melzack & Wall pada tahun 1965. Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf  besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas subtansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
Impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang terapis menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.
Pada cornu dorsalis medula spinalis terdapat mekanisme neural, yang berfungsi sebagai gerbang, yang dapat mengatur rangsang dari syaraf perifer ke SSP. Secara anatomis, gerbang tersebut terletak di substansia gelatinosa. Hantaran rangsang syaraf dari serabut aferen perifer, ke sel Transmisi medula spinalis, diatur oleh mekanisme “gate control” di cornu dorsalis. Mekanisme ini dipengaruhi oleh jumlah relatif serabut besar dan serabut kecil. Serabut berdiameter besar ( Aβ ), bermyelin, berdaya konduksi cepat, menghantar rangsang bukan nyeri (raba, tekan). Serabut berdiameter kecil (serabut bermyelin C & serabut), berdaya konduksi lambat, menghantar rangsang nyeri. Aktifitas serabut besar cenderung menghambat transmisi (menutup gerbang), sedang aktifitas serabut kecil cenderung memudahkan transmisi. Bila perangsangan pada sel Transmisi mencapai ambang kritis, terjadi nyeri pada daerah persyarafan yang bersangkutan, disertai pola dan pengalaman karakteristik dari nyeri tsb. Mekanisme “gate control” ini juga dipengaruhi impuls yang desendens dari SSP. Secara singkat dikatakan bahwa perangsangan serabut besar ( Aβ ) yang berdaya konduksi cepat, seperti perangsangan titik akupunktur, akan menimbulkan impuls bukan nyeri. Ini menghambat impuls nyeri yang timbul karena perangsangan serabut kecil pada substansia gelatinosa medeula spinalis. Karenanya gerbang menutup dan nyeri tidak dapat dirasakan. Man & Chen, tahun 1972, mengemukakan teori “two gate control”, yang merupakan pengembangan dari teori “gate control” . Dihipotesiskan bahwa ada lagi gerbang, yang disebut gerbang utama, yang terletak di thalamus. Jadi bila dilakukan akupunktur pada daerah yang dipersyarafi oleh nervi cranialis, impuls bukan nyeri tersebut akan langsung menuju gerbang utama di thalamus, yang akan menghambat nyeri dari seluruh bagian tubuh, tanpa perlu menutup gerbang pertama di substansia gelatinosa. Juga dikatakan bahwa formatio reticularis mempunyai peranan yang unik dan ikut ambil bagian dalam inhibisi nyeri ini.

Inhibisi dan Eksitasi Neurontransmitter
Potensial aksi menyebabkan vesikel dalam bongkol sinap mengeluarkan neurotransmiter. Neurotransmiter adalah zat kimia yang meneruskan impuls dari satu neuron ke neuron/badan sel lainya. Pada saat ada rangsangan saraf, rangsangan menyebabkan pompa Na-K berhenti. Rangsangan menyebabkan permiabilitas Na kedalam sel meningkat 5000x yang menyebabkan ion dalam sel berubah jadi positif dan diluar negatif , perubahan ion dari negatif menjadi positif disebut depolarisasi. Perbedaan polaritas ini menyebabkan aliran impuls yang disebut potensial aksi. Potensial aksi adalah perubahan mendadak seperti denyutan dalam potensial membran yang berlangsung 1/10.000 s/d 1/1.000 detik, akibat adanya beda potensial. Potensial aksi berpindah sepanjang jaringan saraf dan menimbulkan isyarat/impuls saraf.
Sifat neurotransmiter ada dua yaitu: eksitasi dan inhibisi. Neurotransmiter dapat bekerja jika sel penerima mempunyai reseptor didalam membran presinaptik. Misal: neuron yang sama akan terangsang(exitasi) oleh sinap yang melepaskan asetilkolin , tetapi terinhibisi (dihambat) oleh sinap lain yang melepaskan glisin. Jadi membran saraf mengandung reseptor eksitasi untuk asetilkolin dan reseptor inhibisi untuk glisin. Satu neuron hanya melepaskan satu jenis neurotransmiter



A. Transmiter Eksitasi
a.       Asetilkolin: Disekresi oleh neuron di area otak, umumnya bersifat eksitasi efek inhibisi terjadi pada sistem saraf parasimpatik perifer seperti inhibisi jantung oleh nervus vagus.
b.      Asam Glutamat: disekresi oleh bongkol sinaptik lintasan sensorik, umumnya eksitasi.
c.       Zat P, disekresi oleh ujung saraf nyeri dalam substansia gelatinosa medulla spinalis, umumnya eksitasi.
d.      Enkefalin dan Endorfin, disekresi oleh ujung saraf medulla spinalis, batang otak, talamus dan hipotalamus, umumnya eksitasi.
Berbagai mekanisme molekular dan membran digunakan oleh berbagai reseptor untuk menimbulkan eksitasi seperti berikut ini:
Ø  Kanal natrium yang terbuka yang memungkinkan pelepasan listrik bermuatan positif dalam jumlah besar untuk mengalirkan kebagian arterior dari sel potsinaps. Hal ini akan meningkatkan potensial membran dalam arah positif menuju nilai ambang rangsangan untuk menyebabkan eksitasi.
Ø  Penekanan hantaran melalui kanal klorida atau kalium, atau keduanya. Hal ini akan menurunkan difusi ion klorida bermuatan negatif kebagian dalam neuron potsinaps atau menurunkan difusi ion kalium bermuatan positif kebagian luar. Pada contoh ini, pengaruhnya adalah dengan membuat potensial membran internal menjadi lebih positif dari normal  yang bersifat eksitatorik.
Ø  Berbagai perubahan metabolisme internal neuron potsinaps untuk merangsang aktivitsa sel  atau beberapa keadaan, untuk meningkatkan jumlah reseptor membran eksitasi atau jumlah reseptor membran inhibisi.

B. Transmiter Inhibisi

a.       Norepineprin: disekresi oleh neuron di formatiorecularis batang otak dan hipotalamus, umumnya bersifat inhibisi, tapimada yang eksitasi.
b.      Epineprin: disekresi sedikit neuron, sifat sama dengan norepineprin.
c.       Dopamin: disekresi oleh neuron substansia nigra, umumnya bersifat inhibisi.
d.      Glisin: disekresi oleh sinap medulla spinalis, umumnya inhibisi.
e.       Asam Gama Amionobutirat: disekresi oleh sinap medulla spinalis, serebelum, ganglia basalis, umumnya inhibisi.
f.       Serotonin: disekresi oleh batang otak, penghambat lintasan nyeri di medulla spinalis.
Berbagai mekanisme molekular dan membran digunakan oleh berbagai reseptor untuk menimbulkan eksitasi seperti berikut ini:
Ø  pembukaan kanal ion klorida melalui membran neuro popsinaps hal ini memungkinkan ion-ion klorida bermuatan negatif untuk berdifusi secara cepat dari bagian luar neuron potsinaps kebagian dalam, dengan demikian membawa muatan negatif kedalam dan meningkatkan negativitas dibagian dalam yang bersifat inhibisi.
Ø  Meningkatkan hantaran ion kalium yang keluar dari neuron. Hal ini memungkinkan ion kalium yang bermuatan positif untuk berdifusi kebagian eksterior, yang menyebabkan peningkatan keaktifan didalam neuron yang bersifat inhibisi.
Ø  Aktivitas enzim reseptor yang menghambat fungsi metabolik seluler atau yang meningkatkan jumlah reseptor sinap inhibisi atau menurunkan jumlah reseptor eksitasi.

Untuk merangsan atau menghambat penjalaran saraf ke neuron berikutnya dibutuhkan transmitter. Sehingga akan dibutuhkan mekansime potensial aksi seperti ini :
Membran ujung presinaps yang banyak mengandung kanal kalsium –> ada potensial aksi –> depolarisasi membrane presinaps –> kanal kalsium terbuka –> kalsium masik kedalam ujung presnaps –> kalsium berikatan dengan molekul khusus di situs pelepasan dalam ujung presinaps –> situs pelepasan terbuka –> vesikel melepaskan neuron transmitter ke celah sinaps –> akan diikat oleh komponen pengikat pada postsinaps –> menuju kanal ion –> kation (eksitator) atau anion (inhibitor) –> menarik na atau cl –> proses akan diteruskan ke neuron berikut dengan mekanisme yang sama

DAFTAR ISI

Hidayat, Azis Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Salemba Medika.
Anwar, Amien Khoerul. 2008. Nyeri. http://www.the_gifujapan.com/. (03 Mei 2010).
Hajunik. 2008. Konsep Dasar Nyeri. http://www.qittun.blog.com/. (03 Mei 2010).
Putri, Eka. 2009. Teori Nyeri. http://eka_putri.blog/. (03 Mei 2010).
Suparyanto. 2010. Fisiologi Saraf 2. http://www.suparyanto.com/. (03 Mei 2010).
Suparyanto. 2010. Sel eksitabel. http://www.suparyanto.com/. (03 Mei 2010).