Wednesday, June 19, 2019

ASUHAN KEPERAWATAN : DIARE PADA ANAK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Solusi dalam hal ini adalah memberikan pengajaran kepada orang tua mengenai kesehatan dan perawatan anak dan  bayi di rumah. Namun dalam menjalankannya seseorang harus mengetahui bayak hal seperti penyesuaian terhadap kehidupan, pengkajian klinis dan yang pasti asuhan keperawatan pada bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan, intervensi, implementasi, dan evaluasi) .Melalui makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang asuhan apa saja yang akan diberikan kepada bayi dan anak yang menderita penyakit tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi penyakit Diare?
2.      Apa saja jenis-jenis penyakit Diare?
3.      Bagaimana menjelaskan penyebab dan proses terjadinya Diare?
4.      Bagaimana menjelaskan cara mengatasi Diare?
5.      Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada anak yang terkena penyakit Diare ?
1.3 Tujuan
1        Mengetahui tentang penyakit Diare.
2        Mengetahui tentang jenis-jenis penyakit Diare.
3        Menjelaskan penyebab dan proses terjadinya Diare.
4        Menjelaskan cara mengatasi Diare.
5        Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada anak yang terkena penyakit Diare .


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Diare
  1. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi)  dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002).  Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
  • Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
  • Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
  • Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
  1. Etiologi
1.      Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2.      Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).
3.      Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak,  protein.
4.      Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
5.      Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6.      Obat-obatan : antibiotic.
7.      Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi usus

  1. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:
  1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
  2. Suhu tubuh meninggi/demam
  3. Feces encer, berlendir atau berdarah
  4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
  5. Anus lecet
  6. Muntah sebelum dan sesudah diare
  7. Anoreksia
  8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
  9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
10.  Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11.  Keram abdominal
12.  Mual dan muntah
13.  Lemah
14.  Pucat
15.  Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16.  Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

  1. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1.      Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3.      Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
4.      Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1)      Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2)      Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3)      Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4)      Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
-          Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
-          Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
-          Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5)      Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.



Pathways

faktor infeksi               F malabsorbsi             F makanan                   F. Psikologi
                                    KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber                        meningk. Tek osmo     toksin tak dapat             cemas
kembang dlm                          tik                         diserap                   
  usus

Hipersekresi air           pergeseran air dan                   hiperperistaltik
dan elektrolit               elektrolit ke rongga    
(    isi rongga usus)                usus                   menurunya kesempatan usus
                                                                        menyerap makanan
 



                                                D I A R E
 



Frek. BAB meningkat                                                                     distensi abdomen           
Kehilangan nutrisi berlebihan
 
 


Kehilangan cairan & elekt                               gangguan
    berlebihan                                               integritas kulit                                                                      
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
 
 


gg. kes. cairan & elekt             As. Metabl                                         mual, muntah
 



Resiko hipovolemi syok             sesak                                             nafsu makan
 

                                                Gang. Oksigensi                                  BB menurun

Gangg. Tumbang

  1. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti:
1.      Dehidrasi
Ø  Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 25-50 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg  bb/hari
Ø  Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 50-100 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg bb/hari
Ø  Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
Penatalaksanaan :
·         Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian cairan 4:1 ( 4 glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam.
·         Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan adalah 4 glukosa 10% + 1 NaHCOз  1½%, dengan pemberian 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam .
·         Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
·         Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
·         Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 105 ml/kg bb ( FKUI,1985 ).
  1. Renjatan hipovolemik
  2. Hipokalemia
  3. Hipoglikemia
  4. Intoleransi laktosa sekunder
  5. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
  6. Malnutrisi energi protein

F.      Pemeriksaan Diagnostik
·         Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
·         Kultur tinja
·         Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
·         Pemeriksaan tinja :  pH, leukosit, glukosa, dan adanya  darah.






  1. Penatalaksanaan
v  Medis
1)      Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
a)   Belum ada dehidrasi
·         Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
·         Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b)   Dehidrasi ringan
·         1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
·         Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
c)    Dehidrasi sedang
·         1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
·         Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
d)   Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
2)      Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Ø  Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
Ø  Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu.
Ø  Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.


3)      Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)
Ø  Obat anti sekresi.
Ø  Obat anti spasmolitik.
Ø  Obat pengeras tinja.
Ø  Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :
1.      Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2.      Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3.      Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4.      Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5.      Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6.      Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7.      Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8.      Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.



2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Pengkajian Keperawatan
1.      Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2.      Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5.      Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a.       Pertumbuhan
·         Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
·         Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
·         Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
·         Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b.      Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
·         Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
·         Autonomy vs Shame and doundt
·         Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
·         Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1.   berdiri  dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2.   hitungan (GK)
3.   Meniru membuat garis lurus (GH)
4.   Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5.   Melepas pakaian sendiri (BM)
9.      Pemeriksaan Fisik
a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung
e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang.
h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10.  Pemeriksaan Penunjang
1)         Laboratorium :
·      feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
·      Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
·      AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
·      Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2)         Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni


  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap diare
4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.

  1. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
·         Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50  c, RR : < 40 x/mnt )
·         Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
·         Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1)        Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2)        Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3)        Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4)        Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/  Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5)        Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6)        Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
7)        Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8)        Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan mempunyai osmolaritas yang tinggi
9)        Kolaborasi :
-       Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
-       Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-       Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10)    Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan terapeutik









Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan         : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria           : - Nafsu makan meningkat
-     BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1)        Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan saluran usus.
2)        Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3)        Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4)        Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5)        Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.      obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6)        Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik


Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan        :  Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
                         Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1)        Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2)        Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3)        Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan      : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
-    Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1)        Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2)        Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3)        Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .


Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan      : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :  Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
 Intervensi :
1)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4)      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5)      Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Diagnosa 6     : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.
Tujuan             : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan pengobatannya serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil    : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya di rumah.
Intervensi        :
1)      Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika sudah berada di rumah.
2)      Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau kooperatif
3)      Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak yang  mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4)      Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5)      Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6)      Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal (normal 100-200 cc/jam tinja), berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali.
Perlu penanganan yang tepat untuk mencegah diare. Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :
1.      Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2.      Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3.      Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4.      Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5.      Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6.      Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7.      Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8.      Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.












DAFTAR PUSTAKA
Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC


No comments:

Post a Comment