Sunday, December 12, 2010

alakalosis respiratorik

Alkalosis Respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO2 (hipokapnin/hipokapnea), sehingga terjadi penurunan pH. Dikatakan alkalosis respiratorik jika penurunan kadar karbon dioksida atau PaCO2 < 35 mmHg dankenaikan angka pH > 7,45.  Penurunan karbon dioksida dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi ion hidrogen (H+) bebas. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO3- serum berbeda-beda, bergantung pada keadaanya yang akut dan kronis.
A. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab Alkalosis Respiratorik
( Sebab Dasar = Hiperventilasi )
1.       RANGSANGAN PUSAT PERNAPASAN
·         Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stres emosional
·         Keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis
·         Gangguan CNS
·         Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak
·         Tumor otak
·         Intoksikasi salisilat
2.      HIPOKSIA
·         Pneumonia, asma, edema paru
·         Gagal jantung kongestif
·         Fibrasis Paru
·         Tinggal ditempat yang tinggi
3.      VENTILASI MEKANIS YANG BERLEBIHAN
4.      MEKANISME YANG BELUM JELAS
·         Sepsis gram negatif
·         Serosis hepatis
5.      LATIHAN FISIK
            Penyebab mendasar alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea) yang dapat atau tak menyertai hiperventilasi. Pada frekuensi pernapasan normal dapat terjadi hiperventilasi jika volume tidal meningkat. Hiperventilasi hanya dapat diidentifikasi melalui PaCO2 yang menurun. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan gangguan keseimbangan asam-basa yang paling sering terjadi, meskipun sering tidak dikenali. Hiperventilasi mungkin sulit dikenali secara klinis, dan seringkali diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan gas darah.
            Alkalosis respiratorik dapat terjadi akibat rangsangan pusat pernapasan di medula oblongata. Sejauh ini, penyebab tersering adalah hiperventilasi fungsional akibat kecemasan dan stres emosional (sindrom hiperventilasi atau hiperventilasi psikogenik). Apabila kita memperhatikan situasi hidup  manusia yang penuh stres baik dalam lingkungan rumah sakit (mis: nyeri, menuggu hasil pemeriksaan keganasan) maupun dalam masyarakat, maka tidak mengherankan jika sindrom hiperventilasi ini sering terjadi. Hampir setiap orang pernah mengalami sindrom hiperventilasi dalam hidupnya. Keadaan lain yang merangsang pusat pernapasan adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh demam atau tirotoksikosis  serta lesi CNS seperti gangguan pembuluh darah otak, meningithis, cedera kepala, atau tumor otak. Salisilat adalah obat terpenting yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, agaknya melalui rangsangan langsung pada pusat pernapasan di medula oblongata. Hipoksia adalah penyebab lazim hiperventilasi primer yang menyertai pneumonia, edema paru atau fibrosis paru, dan gagal jantung kongestif. Umunya, diperlukan penurunan PaCO2 di bawah 60 mmHg untuk merangsang ventilasi. Koreksi hipoksia jaringan menyebabkan cepat pulihnya alkalosis respiratorik. Hiperventilasi kronis terjadi sebagai respons penyesuaian terhadap ketinggian (tekanan oksigen lingkungan yang rendah). Alkalosis respiratorik sering disebabkan faktor iatrogenik akibat ventilasi mekanis dengan ventilator siklus volume atau tekanan . Alkalosis respiratorik sering terjadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Akhirnya, meskipun hiperpnea merupakan respons penyesuaian terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan fisik, tapi kadang juga dapat menimbulkan alkalosis respiratorik sementara.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbondioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.
B. Kompensasi Ginjal
            Alkalosis yang disebabkan oleh gangguan pernapasan akan merangsang kompensasi ginjal. Kompensasi ginjal mengusahakan pemulihan pH ke tingkat normal dengan menunjukkan sekresi ion hidrogen dan secara aktif dan mensekresikan ion bikarbonat ke dalam urine. Kompensasi ginjal memerlukan waktu 24 jam agar efektif.
            Ginjal menggunakan buffer (penyangga tubuh) dalam menormalkan pH. Penyangga adalah campuran dari asam lemak dan garm basanya. Istilah penyangga menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam ataupun basa. Asam-asam seperti karbonat dan klorida, menetralkan kelebihan alkali di dalam cairan tubuh, mencegah alkalosis, suatu kondisi yang dapat menjadi fatal bila tidak diperbaiki.
            Respons segera terhadap penurunan akut PaCO2 adalah suatu mekanisme buffer intrasel. H+ dilepas dari bufer jaringan intrasel, yang memperkecil alkalosis dengan menurunkan HCO3- plasma. Alkalosis akut juga merangsang pembentukan asam laktat dan piruvat di dalam sel dan membantu pelepasan H+ lebih banyak ke dalam ECF. Bufer ekstrasel oleh protein plasma hanya sedikit menurunkan HCO3- plasma. Efek mekanisme bufer ECF dan ICF adalah sedikit menurunkan HCO3- plasma. Apabila hipokapnia tetap berlangsung, maka penyesuaian ginjal mengakibatkan lebih banyak HCO3- plasma yang berkurang. Terjadi hambatan reabsorpsi tubulus ginjal dan pembentukan HCO3- baru. Seperti halnya pada asidosis respiratorik, kompensasi pada alkalosis respiratorik kronis jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan akut, penurunan kadar  HCO3- plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg, penurunan HCO3- diperkirakan 5 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg pada keadaan kronis.
Empat sistem penyangga utama dari tubuh yang membantu memelihara pH agar tetap konstan adalah :
a.    Bikarbonat
Merupakan penyangga yang paling banyak secara kuantitatif dan bekerja pada EFC.
CO2+H2O↔H2CO3↔H++HCO3-
Panah-panah dua arah menunjukkan reaksi yang dapat berlangsung dua arah dengan kemungkinan yang sama, tergantung dari kadar komponen-komponen pada masing-masing bagian dari reaksi ini.
b. Fosfat
Merupakan penyangga yang paling penting dalam sel darah merah dan sel tubulus ginjal. H+ yang diekskresikan ke dalam kemih, disangga dengan fosfat (dikenal sebagai asam yng dapat dititrasi).
c. Hemoglobin
Hemoglobin yang tereduksi mempunyai afinitas kuat dengan H+, maka kebanyakan ion-ion ini menjadi terikat dengan hemoglobin.
d. Protein
Paling banyak terdapat pada sel jaringan dan juga bekerja pada plasma.
            Komponen pernafasan terutama dikendalikan oleh paru-paru melalui perubahan pada ventilasi alveolar. Jika PCO2 diatas atau dibawah normal, jumlah ventilasi alveolar tidak akan memadai (hipoventilasi) atau berlebihan (hiperventilasi). PCO2 diatur oleh fungsi paru dan refleks pada batang otak yang mengendalikan dorongan pernasfasan.
            Ginjal ikut menjaga keseimbangan asam-basa dengan mengatur (HCO3) plasma melalui 2 jalan : (a) reabsorbsi HCO3- yang terfiltrasi dan mencegah kehilangannya dalam kemih; (b) ekskresi kelebihan H= sebagai hasil metabolisme. Denagn demikian ginjal mampu menahan atau membuang HC)3- sesuai kebutuhan.
C. Gejala
            Gejala alkalosis respiratorik adalah:
      Pusing
      Diaphoresis.
      Cemas/panik
      Bingung
      Palpitasi
      Dispnea (sesak napas) dan menguap
      Tetani atau otot berkedut
      Gatal dibibir dan wajah
      Mulut kering
      Keletihan
      Telapak tangan dan kaki dingin dan berkeringat
D. Manifestasi Klinik
            Manifestasi klinik dari alaklosis respiratorik yaitu:
Ø  Penurunan PaCO2 berakibat Penurunan H2CO3, penurunan H+ dan HCO3 -, serta meningkatkan PH darah sehingga AGD: PH naik, PaCO2 turun dan HCO3 turun.
Ø  Meningkatnya K+ dalam serum, H+ intrasel keluar dan diganti K yang ada dalam ekstrasel. H+ bergabung dengan HCO3- menjadi H2CO3 yang berakibat PH semakin rendah. AGD: PH turun, HCO3 naik dan K turun.
Ø  Hipokapnia akan merangsang Carotik dan aortik dan aortic bodiea----- frekuensi denyut jantung naik tanpa naiknya tekanan darah, perubahan EKG dan kelelahan.
Ø  Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi cerebral dan tururnnya perfusi darah ke otak dengan gejala: Kecemasan, dispnea, keringat dingin, pernafasan cheyne stokes, pusing dan kesemutan.
Ø  Jika hipokapnia lebih dari 6 jam, ginjal akan meningkatkan sekresi HCO3 dan menurunkan ekskresi H+ .
Ø  Keadaan PaCO2 yang turun terus menerus menyebabkan vasokonstriksi --- meningkatkan hipoxia serebral dan perifer.
Ø  Alkalosis berat, Hambatan ionisasi Ca meningkatkan eksitasi syaraf dan konstraksi otot dengan gejala: Kejang, hiperefleksi, koma.
E. Test Diagnostik
       Analisa gas drh arteri:
pH > 7.45
            PaCO2            < 38 mmHg
            HCO3 < 22 mEq/L
      Serum phosphate < 0.5 mg/dL
      EKG: Disritmia
F. Diagnosa Keperawatan
  1. G3 persepsi/sensori b.d defisit neurologi.
  2. G3 proses pikir b.d hipereksitasi serebral.
  3. Pola napas tak efektif b.d hiperventilasi.
  4. Cemas b.d efek alkalosis pd SSP
e.       Resti injuri b.d lemah
G. Intervensi
1.       Mengidentifikasi etiologi/ factor pencetus
Rasional : pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.
2.       Kaji frekuensi kedalaman dan kualitas pernafasan
Rasional : mengetahui perubahan dalam kesulitan bernafas
3.       Auskultasi dada secara periodic, catat bila ada kelainan bunyi pernafasan
Rasional : memberikan informasi tentang adanya obstruksi jalan nafas
4.       Pantau tanda vital
Rasional : manifestasi distress tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
5.       Kaji volume tidal
Rasional : menentukan jumlah udara inspirasi dan ekspirasi
6.        Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan atau peningkatan tekan jalan nafas didiga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi
7.       Kolaborasi untuk pemeriksaan gas darah arteri (GDA)
Rasional : membantu mendiagnosa etiologi alkalosis respiratorik dan untuk mengetahui keberhasilan bantuan nafas
8.       Kolaborasi pemberian terapi oksigen
Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen pasien untuk memperbaiki/ mencegah memburuknya hipoksia
9.       Kolaborasi untuk perlunya pemasangan alat jalan nafas
Rasional : menstabilkan respirasi
H. Pengobatan
      Memperlambat pernapasan.
      Support & bantu klien dg therapi yg sesuai & sempurna.
      Sediakan lingkungan yg nyaman & aman.
      Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
      Mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.







Kecemasan
Nyeri dada
Merangsang hipotalamus pada pusat nyeri
Peningkatan irama kontraksi & relaksasi rongga dada
Sesak napas (Dispnea)
Napas pendek
Peningkatan kecepatan pernapasan & dalam
Merangsang pusat pernapasan di medula oblongata
Penurunan pH
Penurunan PaCO2 (asam karbonat)
Ketidak seimbangan asam-basa
Penurunan Konsentrasi CO2
Perubahan status kesehatan
Penatalaksanaan diagnostik & pengobatan
Kurang informasi tentang penyakit
Hiperventilasi
Tinggal di tempat yang tinggi
Keadaan hipermetabolik (demam & tirotoksikosis)
Intoksikasi obat-obatan (salisilat & aspirin)
Kecemasan dan stres emosional
Latihan Fisik
Mekanisme yang belum jelas (sepsis gram negatif & serosis hepatis)
Gangguan CNS (meningitis, cedera kepala atau tumor otak)
Hipoksia (pnuemonia, asma, edema paru, fibrosis paru, gagal jantung kongestif)
I.PENYIMPANGAN KDM
























DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika: Surabaya.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. EGC: Jakarta.

No comments:

Post a Comment